Julukan debt collector atau penagih utang sudah sering terdengar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Ternyata ada beberapa orang yang terkenal dengan menjalankan profesi tersebut.
Beberapa di antaranya berasal dari Indonesia bagian Timur. Seperti John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji.
Ketiganya datang ke Jakarta dengan berbagai alasan. John Kei kabur dari ancaman penjara polisi Maluku dan Surabaya, ajang adu nasib bagi Basri Sangaji, dan Hercules yang dibawa tentara karena pernah menjadi tenaga bantuan operasi (TBO) Kopassus di Timor Timur.
Namun ketiganya tidak punya keahlian untuk bertahan hidup di Jakarta. Akhirnya mereka memilih menjadi gelandangan dan preman.
Awalnya jasa mereka digunakan untuk menjaga ketertiban wilayah tertentu, berdasarkan catatan Ian Douglas Wilson dalam Politik Jatah Preman (2018). Dari yang beroperasi sendiri, akhirnya menjadi kelompok.
Kelompok itu berisi orang-orang dari kampung halamannya. ketiga. John Kei dan Basri Sangaji membawahi orang-orang dari Ambon, sementara orang Timor dibawah Hercules.
Aksi ketiganya akhirnya diikuti para pendatang untuk menjadi preman. Mereka dilaporkan bekerja seperti mafia.
Kemudian mereka beralih profesi. Bukan lagi sebagai penjaga ketertiban, namun untuk menagih hutang dan makelar tanah sejak 1990-an.
Vice melaporkan munculnya profesi itu karena tumbuhnya sektor keuangan dan perbankan swasta. Kemudian kian marak saat krisis ekonomi yang membuat bank bank pailit dan kredit macet yang menggunung.
Banyak pihak yang menggunakan jasa ketiganya. Kemudian mereka dikenal sebagai raja debt collector Indonesia.
Banyak anak buah ketiganya yang mendirikan bisnis serupa. Nama debt collector kian dikenal masyarakat, begitu juga identitas profesi yang identik dengan masyarakat Indonesia Timur.
Selain itu, perebutan wilayah kekuasaan juga tak bisa dihindari dan tak jarang bentrok antar kelompok terjadi.
Hercules pernah menjadi tersangka pembunuhan Basri. John Kei pernah pula didakwa kasus pembunuhan.