Rupiah Loyo Gegara Kabar Buruk dari AS, Dolar Naik ke Rp 15.160

Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Nilai tukar rupiah terkoreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kembali pada level Rp15.100/US$ di tengah penantian pasar terhadap rilis data penting Amerika Serikat pada malam hari nanti.

Melansir Refinitiv, mata uang RI ditutup di angka Rp15.160/US$ pada perdagangan hari ini, Kamis (26/9/2024), melemah 0,43% dari penutupan sebelumnya (25/9/2024). Hal ini juga mematahkan tren penguatan dua hari beruntun yakni sejak 24 September 2024.

Bersamaan dengan melemahnya nilai tukar rupiah, indeks dolar AS (DXY) terpantau menguat tipis ke titik 100,94 dengan kenaikan sebesar 0,03% dan menjadi salah satu alasan penekan rupiah.

Lebih lanjut, pelemahan nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini juga dipicu oleh sentimen dari Amerika Serikat, yang tengah menantikan rilis data final pertumbuhan ekonomi (PDB) kuartal II-2024.

Konsensus pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan meningkat signifikan, dari 1,4% menjadi 3%. Proyeksi ini mengindikasikan keberhasilan para pembuat kebijakan AS dalam mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi.

Kondisi ini mendorong spekulasi bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan segera menurunkan suku bunga, membuat pelaku pasar mengambil posisi lebih berhati-hati terhadap aset-aset berisiko, termasuk mata uang di negara berkembang seperti rupiah.

Selain itu, pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, dan beberapa pejabat tinggi lainnya turut menjadi fokus pasar global. Powell diperkirakan akan memberikan isyarat terkait arah kebijakan suku bunga di masa depan.

Jika sinyal tersebut mengindikasikan suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, maka hal ini akan semakin memperkuat posisi dolar AS dan berujung pada tekanan terhadap mata uang Garuda.

Alhasil, investor cenderung mengalihkan modal dari negara-negara berkembang, yang berujung pada pelemahan rupiah.

Dukungan terhadap penguatan ekonomi AS juga didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, yang diperkirakan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 2,7% pada tahun ini.

Optimisme ini membuat aset dalam bentuk dolar AS semakin diminati oleh investor global, sehingga meningkatkan tekanan terhadap rupiah.

Sementara itu, Bank Indonesia harus terus memantau perkembangan ini guna menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah dampak negatif yang lebih dalam terhadap perekonomian domestik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*