Minyak Mentah Bisa Meroket US$ 100 per Barel Gara-Gara Ini

FILE PHOTO: Oil pours out of a spout from Edwin Drake's original 1859 well that launched the modern petroleum industry at the Drake Well Museum and Park in Titusville, Pennsylvania U.S., October 5, 2017. REUTERS/Brendan McDermid/File Photo

Goldman Sachs menyebut harga minyak mentah dapat melonjak US$ 20 per barel jika produksi Iran mengalami penurunan akibat pembalasan Israel.

Minyak mentah berjangka AS naik sekitar 5% pada Kamis dan melanjutkan kenaikannya pada perdagangan pagi ini di tengah kekhawatiran bahwa Israel dapat menyerang industri minyak Iran sebagai pembalasan atas serangan rudal Teheran minggu ini.

“Jika Anda melihat penurunan produksi Iran sebesar 1 juta barel per hari yang berkelanjutan, Anda akan melihat kenaikan puncak harga minyak tahun depan sekitar $20 per barel,” kata Daan Struyven, kepala riset komoditas global Goldman Sachs, kepada acara “Squawk Box Asia” di CNBC pada hari Jumat (4/10).

Struyven mengatakan, jika anggota utama OPEC+ seperti Arab Saudi dan UEA mengimbangi beberapa penurunan produksi, pasar minyak dapat naik dengan besaran yang lebih kecil, yaitu kurang dari US$ 10 per barel.

Seperti diketahui, sejak konflik bersenjata Israel-Hamas dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, hanya ada sedikit gangguan pada pasar minyak, dengan harga yang masih berada di bawah tekanan karena peningkatan produksi dari AS dan permintaan yang lesu dari China.

Namun, sentimen dapat berubah pekan ini. Harga minyak mentah AS baru saja mengalami kenaikan untuk sesi ketiga berturut-turut setelah Iran meluncurkan serangan rudal balistik ke Israel, yang meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Dalam beberapa hari terakhir, para pengamat industri telah membunyikan alarm, memperingatkan adanya ancaman nyata terhadap pasokan.

Iran, yang merupakan anggota OPEC menjadi pemain kunci di pasar minyak global. Negara ini memproduksi hampir empat juta barel minyak per hari, dan sekitar 4% dari pasokan dunia dapat terancam jika infrastruktur minyak Iran menjadi target Israel karena negara tersebut mempertimbangkan untuk melakukan serangan balasan.

Analis energi senior di MST Marquee Saul Kavonic mengatakan isu tersebut mengangkat potensi Pulau Kharg di Iran, yang berkontribusi 90% atas ekspor minyak mentah negara tersebut, untuk menjadi target.

“Kekhawatiran yang lebih besar, apakah ini merupakan awal yang lebih dekat dari konflik yang lebih luas yang dapat berdampak pada transit melalui Selat Hormuz,” tambahnya.

Analis lainnya berpendapat bahwa jika Israel menyerang industri minyak Iran, gangguan pasokan di Selat Hormuz dapat menjadi perhatian. Iran sebelumnya telah mengancam akan mengganggu aliran melalui Selat Hormuz jika sektor minyaknya terkena dampak.

Sebagai informasi, selat antara Oman dan Iran merupakan jalur penting yang dilalui sekitar seperlima dari produksi minyak harian dunia, menurut Administrasi Informasi Energi AS. Jalur air yang signifikan secara strategis ini menghubungkan produsen minyak mentah di Timur Tengah dengan pasar-pasar global utama.

Ketika ditanya oleh para wartawan pada hari Kamis apakah AS akan mendukung serangan Israel terhadap fasilitas-fasilitas minyak Iran, Presiden AS Joe Biden mengatakan pihaknya sedang mendiskusikan hal itu.

“Saya pikir itu akan sedikit,” ungkapnya.

Sementara para analis minyak berpendapat bahwa pernyataan tersebut merupakan katalis yang menggerakkan harga lebih tinggi. CNBC telah menghubungi Gedung Putih untuk memberikan komentar.

“Dalam kasus perang skala penuh, Brent kemungkinan akan melonjak di atas US$ 100 per barel, dengan potensi penutupan selat yang mengancam harga US$ 150 per barel atau lebih,” tulis BMI dari Fitch Solutions dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada hari Rabu.

“Meskipun probabilitas perang skala penuh tetap relatif rendah, risiko salah langkah dari kedua belah pihak sekarang meningkat,” kata analis BMI.

Meskipun beberapa analis industri percaya bahwa OPEC+ memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk mengkompensasi gangguan pada ekspor Iran jika Israel menargetkan infrastruktur minyaknya, kapasitas minyak cadangan dunia sebagian besar tetap terkonsentrasi di Timur Tengah, terutama di antara negara-negara Teluk, yang memiliki risiko jika konflik yang lebih besar memburuk.

https://kincirhembus.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*