Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali merana pada perdagangan kemarin, Jumat (4/10/2024), di mana IHSG kembali terbebani oleh sentimen pasar global yang terus memburuk terutama karena makin memanasnya situasi di Timur Tengah.
Pada penutupan perdagangan Jumat, IHSG melemah 0,63% ke posisi 7.496,09. IHSG pun terkoreksi ke level psikologis 7.400 pada perdagangan akhir pekan ini. Terakhir IHSG berada di level psikologis ini yakni pada perdagangan 22 Agustus lalu di 7.488,676.
Dalam sepekan terakhir, IHSG sudah ambles 2,61%. Sedangkan sebulan terakhir ambrol 2,41%. Namun sepanjang tahun ini masih melesat 3,07%.
Diketahui, IHSG mulai merana sejak berhasil menyentuh level psikologis 7.900 pada 19 September lalu. Sejak saat itu, IHSG sudah merosot 5,18%.
Asing terus melepas saham-saham di Indonesia. Hingga Kamis kemarin, asing tercatat telah melakukan penjualan bersih (net sell) hingga mencapai Rp 4,85 triliun dalam sepekan terakhir, dengan rincian sebesar Rp 5,07% di pasar reguler, namun di pasar tunai dan negosiasi masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 220,04 miliar.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, mengatakan ada tiga hal yang membuat indeks utama pasar saham Indonesia tergelincir.
“Outflow investor asing kembali terjadi, khususnya dalam sepekan ini dari pasar saham sudah lebih dari Rp 3 triliun dan obligasi juga, ungkap Hosianna kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/10/2024).
Kemudian, faktor kedua adalah kekhawatiran investor untuk memilih safe haven seiring tensi Israel-Iran yg semakin memanas.
Faktor ketiga adalah indeks dolar Amerika Serikat (AS) yg perlahan berbalik menguat karena rilis data ekonomi AS yg perlahan berbalik membaik.
Kemudian hal yang mempengaruhi laju IHSG adalah outflow asing juga ada arah ke China sejalan stimulus yg besar.
Sementara itu, Ahmad Mikail Analis Sucor Sekuritas menilai merosotnya IHSG karena ada kekhawatiran harga minyak dunia melejit akibat panasnya tensi di Timur Tengah.
Sebelumnya pada Jumat IHSG kembali melemah di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global. Hal ini setelah rilis data tenaga kerja AS terbaru yang mulai membaik dan membuat pasar khawatir bahwa pemangkasan suku bunga dapat terhambat.
Sebelumnya kemarin, data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 28 September 2024 meningkat dibandingkan pekan sebelumnya dan lebih tinggi dari perkiraan.
Klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara meningkat sebanyak 6.000 minggu lalu menjadi 225.000 yang disesuaikan secara musiman untuk minggu yang berakhir pada tanggal 28 September. Ekonom yang disurvei oleh Reuters telah memperkirakan 220.000 klaim untuk minggu terakhir.
Klaim yang belum disesuaikan turun 1.066 menjadi 180.647 minggu lalu. Namun, penurunan tersebut lebih kecil dari penurunan 5.692 yang diantisipasi oleh model yang digunakan pemerintah untuk menghilangkan fluktuasi musiman dari data.
Akibatnya, klaim yang disesuaikan secara musiman meningkat. Hanya Michigan yang melaporkan pengajuan di atas 1.000 minggu lalu.
Klaim keseluruhan berada pada tingkat yang konsisten dengan pasar tenaga kerja yang stabil, yang ditopang oleh rendahnya angka PHK.
Data tenaga kerja sangat penting bagi para pelaku pasar untuk memperkirakan langkah selanjutnya dari bank sentral AS The Federal reserve atau The Fed setelah Chairman Jerome Powell mengisyaratkan pemangkasan suku bunga akan berlanjut sampai akhir tahun.
Namun, pemangkasan akan dilakukan secara bertahap dan tidak akan mencapai 50 basis points (bps) masing-masing pada November dan Desember.
Pernyataan Powell mengecewakan pelaku pasar yang berharap The Fed akan tetap agresif dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan datang dengan memangkas 50 bps.
Perangkat CME FedWatch memperlihatkan sebanyak 47,9% pelaku pasar berekspketasi suku bunga Teh Fed sudah di angka 4,00-4,25% pad Desember mendatang. Artinya, mereka berharap ada pemangkasan sebesar 75 bps.
Sementara itu pasar masih memiliki risiko dari lanjutan konflik antara Iran dan Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah bahwa Iran akan “membayar mahal” atas serangan misil yang dilancarkan terhadap Israel pada Selasa (1/10/2024) malam. Di sisi lain, Teheran menegaskan bahwa setiap pembalasan akan disambut dengan “kehancuran besar,” meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya perang yang lebih luas di Timur Tengah.