Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI melakukan pencegahan terorisme bagi kalangan mahasiswa di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, melalui kegiatan penguatan Kampus Kebangsaan.
“Giat ini sebagai penguatan civitas akademik dalam mencegah berkembangnya radikalisme dan terorisme, khususnya di kalangan kampus,” ujar Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT RI Mayjen TNI Roedy Widodo di Balikpapan, Kamis.
Ia menyatakan ancaman radikalisme dan terorisme berkembang semakin dinamis dengan ciri mendadak antisosial, menghabiskan waktu dengan komunitas secara tertutup serta terjadi perubahan perilaku dan emosional saat membahas politik ataupun agama.
Berdasarkan survei Indeks Potensi Radikal (IPR) 2023 bahwa angka IPR menunjukkan terjadi peningkatan indeks sebesar 1,7 persen, berarti terjadi kondisi penurunan pemahaman dan sikap dari 2022 ke 2023.
“Melihat angka ini tentu cukup memprihatinkan, apalagi dari hasil survei ditemukan bahwa yang terpapar radikalisme adalah perempuan, remaja dan anak-anak,” katanya.
Sedangkan selebihnya atau sekitar 72 persen masih belum terpapar, sehingga kondisi ini membuat pemerintah melalui BNPT dan seluruh pemangku kepentingan terus melakukan edukasi dan penguatan karakter diri.
Untuk menangkal kondisi itu, kata Roedy, maka diperlukan beberapa cara yang preventif (pencegahan) dengan melindungi dan menggunakan pola kemitraan, yakni melalui penanganan dari hulu ke hilir untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama kalangan muda.
Kegiatan dari program kerja Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi ini juga menggelar diskusi dengan narasumber Direktur Pencegahan BNPT Prof Dr Irfan Idris, M.A dan Mitra Deradikalisasi BNPT Mohamad Nasir Abbas, seorang mantan narapidana kasus teroris yang ditangkap Polri tahun 2023.
Prof Irfan menyampaikan hasil riset I-KHUB BNPT Outlook 2023 bahwa aksi terorisme di Indonesia cenderung menurun sejak tahun 2023 hingga Juni 2024.
Namun, kata dia, di bawah permukaan terjadi peningkatan gerakan ideologi untuk memperkuat sel organisasi, peningkatan pengumpulan dana (fundraising), dan peningkatan radikalisme pada target perempuan, anak, dan remaja.
“Saat kasus Bom Bali terjadi, hanya laki-laki yang terlibat radikalisme-terorisme untuk meledakkan bom. Tidak ada anak-anak, perempuan dan remaja, namun saat ini justru memanfaatkan tiga golongan tersebut,” katanya.
Dalam acara ini juga dilakukan penandatanganan spanduk menolak radikalisme dan terorisme di kalangan kampus, kemudian foto bersama dan tukar suvenir antara Universitas Mulia dan BNPT.