Tarif KRL Jabodetabek Pakai NIK di 2025, Pengguna Ramai-Ramai Teriak

Sejumlah penumpang berjalan di Stasiun Bogor Jumat (30/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Sejumlah penumpang berjalan di Stasiun Bogor Jumat (30/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Pemerintah berencana mengubah subsidi KRL Jabodetabek. Rencananya, pemerintah bakal menerapkan subsidi KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2025. Wacana ini pun lantas menuai sejumlah protes keberatan dari pengguna jasa transportasi KRL Jabodetabek.

Misalnya Tyas (33), dia menilai rencana pemerintah menaikan tarif KRL berbasis NIK tidak masuk akal. Menurutnya, fasilitas umum merupakan sesuatu yang bisa dinikmati oleh siapapun, terlepas dari status kelas sosialnya.

“Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif KRL berbasis NIK itu nggak masuk akal banget ya. Karena memang menurutku fasilitas umum itu sebenarnya bisa dinikmati oleh siapa saja, dan itu seluruh masyarakat Indonesia berhak menikmati itu,” kata Tyas saat ditemui CNBC Indonesia di Stasiun Bogor, Jumat (30/8/2024).

Tyas menilai, daripada pemerintah menerapkan tarif KRL berbasis NIK, lebih baik pemerintah fokus dalam memperbaiki fasilitas umum yang sudah ada.

“Seperti misalnya di KRL, itu kita masih banyak lihat kan penumpukan penumpang di weekday, jam kerja maupun pulang kerja. Lebih baik penambahan gerbong atau memperbaiki. (Selain itu) mungkin pemerintah juga menambah fasilitas seperti lift, bangku, atau lainnya yang memang benar-benar bisa dinikmati langsung oleh masyarakat,” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Syarah (27), yang merupakan pengguna setia KRL Jabodetabek. Ia menilai wacana pemerintah itu sedikit tidak masuk akal dan meribetkan masyarakat. Apalagi ditambah masyarakat menengah dan menengah ke bawah yang juga sudah tertekan dengan adanya berbagai pajak yang dibebankan.

“Menurut saya, wacana pemerintah untuk naikin tarif sesuai NIK ini agaknya nggak masuk akal dan ribet. Karena tentu masyarakat menengah dan menengah ke bawah sudah tertekan dengan adanya berbagai pajak yang dibebankan,” ucap Syarah.

Foto: Sejumlah penumpang berjalan di Stasiun Bogor Jumat (30/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Sejumlah penumpang berjalan di Stasiun Bogor Jumat (30/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Menurutnya, pemerintah menjadi keterlaluan jika membuat masyarakat yang hanya sekedar ingin menikmati transportasi umum harus dibebankan biaya lebih.

“Untuk sekedar menikmati transportasi umum yang digunakan bersama-sama seperti KRL ini agaknya keterlaluan ya karena masyarakat menengah lagi-lagi dibebankan untuk membayar lebih,” katanya.

Adapun jika pemerintah memang ingin memungut anggaran lebih banyak dari masyarakat, ia menilai, seharusnya pemerintah memungutnya dari masyarakat dengan kelas sosial menengah ke atas, bukan masyarakat yang sehari-harinya saja menggunakan transportasi publik untuk beraktivitas.

“Bukankah sebaiknya justru masyarakat kalangan atas yang lebih dibebankan lagi, karena mereka tentu tidak menggunakan transportasi umum seperti kita yang sehari-hari naik KRL,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 disebutkan subsidi PSO dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7.960,1 miliar (Rp7,9 triliun). Lebih rinci lagi, anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar (Rp4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

Menariknya ada poin dimana penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang.

“Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” sebut dokumen tersebut dikutip, Kamis (29/8/2024).

Sebagai catatan, tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Adapun skema tarifnya yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama dan ditambah 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*